Portal Hiburan – Nadiem Makarim menjadi pusat perhatian nasional setelah Kejaksaan Agung menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 1,98 triliun. Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers oleh Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna pada Kamis 4 September 2025. Mantan Mendikbudristek itu disebut terlibat langsung dalam proses pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi untuk sekolah yang berasal dari dana APBN dan DAK. Penahanan dilakukan pada hari yang sama setelah Nadiem menjalani pemeriksaan intensif. Ia tampak diborgol dan mengenakan rompi tahanan berwarna pink saat dibawa keluar dari Gedung Kejaksaan Agung. Dalam keterangannya, Nadiem mengaku tidak bersalah dan berharap Tuhan akan membuktikan kebenaran. Skandal ini mengejutkan publik karena menyangkut sosok yang dikenal memiliki citra bersih, muda, dan visioner di bidang pendidikan digital. Namun, perjalanan kasus ini justru membuka rangkaian rapat tertutup, manipulasi teknis, dan kebijakan yang dianggap melanggar peraturan negara.
Peran Nadiem Makarim Dalam Awal Pengadaan Chromebook Disorot Tajam

Keterlibatan Nadiem Makarim dalam kasus ini tidak berdiri sendiri, namun didahului dengan berbagai inisiatif internal yang dikaitkan dengan arah kebijakannya sebagai Menteri Pendidikan. Sejak awal tahun 2020, pengadaan laptop berbasis Chrome OS mulai dibahas secara internal. Dalam sebuah rapat daring yang berlangsung tertutup, Nadiem disebut memimpin diskusi dengan Google Indonesia yang membahas rencana pengadaan Chromebook untuk sekolah-sekolah di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, peserta diwajibkan menggunakan headset dan membahas strategi teknis sebelum proyek pengadaan resmi dimulai. Langkah ini dinilai melanggar sejumlah regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Surat dari pihak Google pun dijawab secara langsung oleh Nadiem yang menyatakan kesediaan kementerian untuk bekerja sama, meskipun pada masa sebelumnya penawaran serupa pernah ditolak oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Penolakan tersebut didasarkan pada hasil uji coba yang gagal dan dianggap tidak layak untuk diterapkan di wilayah terluar dan tertinggal. Kini, semua kebijakan tersebut kembali diungkap sebagai bagian dari bukti keterlibatan.
“Baca juga: Heboh! Media Asing Soroti Hal Mengejutkan Saat Prabowo Hadiri Parade China!”
Jurist Tan dan Rencana Awal Pengadaan Sejak Sebelum Nadiem Dilantik
Salah satu aktor penting dalam kasus ini adalah Jurist Tan yang dikenal sebagai mantan staf khusus Nadiem Makarim. Ia diduga telah mulai merancang pengadaan laptop Chromebook sejak Agustus 2019, bahkan sebelum Nadiem resmi dilantik sebagai Menteri. Jurist membentuk grup komunikasi internal melalui aplikasi pesan singkat dan mulai melobi agar proyek ini dimulai. Ia juga dituding mengatur agar Ibrahim Arief diangkat sebagai konsultan di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Melalui koordinasi intens, ia menjembatani kepentingan teknis dengan kebijakan tinggi di kementerian. Pada Februari dan April 2020, Nadiem terlibat dalam pertemuan dengan pihak Google untuk membahas co-investment sebesar 30 persen dalam proyek tersebut. Jurist ditengarai mengatur narasi pengadaan dan membangun relasi dengan penyedia perangkat. Peran aktif Jurist menjadi bukti bahwa pengadaan Chromebook bukanlah kebijakan mendadak, melainkan dirancang dalam jangka waktu panjang dan melibatkan berbagai lapisan, dari staf hingga menteri.
Intervensi Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah dalam Perubahan Teknis dan Juklak

Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah adalah dua pejabat Kemendikbudristek yang juga dijadikan tersangka karena diduga berperan besar dalam pelaksanaan teknis pengadaan. Sri disebut memerintahkan tim teknis untuk menyusun kajian yang mengarah pada sistem operasi Chrome OS. Ia bahkan mengganti pejabat pembuat komitmen karena menolak mengikuti perintah yang dinilai melanggar prosedur. Pada malam hari tanggal 30 Juni 2020, Sri bertemu dengan penyedia di sebuah hotel untuk mempercepat proses pengadaan. Ia juga menyusun petunjuk pelaksanaan tahun 2021 yang mengunci pilihan pada sistem Chrome OS. Sementara itu, Mulyatsyah menginstruksikan penggunaan sistem serupa di jenjang SMP. Ia menyusun petunjuk teknis yang mengacu pada Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang diterbitkan oleh Nadiem Makarim. Kombinasi dari intervensi administratif dan kebijakan tingkat kementerian ini akhirnya menyebabkan negara menanggung kerugian besar karena Chrome OS dianggap tidak dapat digunakan secara optimal oleh guru dan siswa di berbagai daerah.
Ibrahim Arief dan Demonstrasi Teknis yang Mengarahkan Kebijakan

Ibrahim Arief memainkan peran penting sebagai konsultan teknis yang diduga mempengaruhi keputusan strategis di kementerian. Pada 17 April 2020, ia memimpin rapat virtual dengan tim teknis untuk mendemonstrasikan kemampuan Chromebook. Pertemuan itu dihadiri langsung oleh Nadiem Makarim yang juga memberikan arah kebijakan. Ibrahim disebut meminta tim menyusun laporan yang menyarankan penggunaan Chrome OS meski pada praktiknya sistem ini belum pernah digunakan secara masif di lingkungan pendidikan nasional. Berdasarkan laporan hasil kajian tersebut, arah pengadaan digeser ke satu merek dan sistem operasi tunggal yang terintegrasi dengan produk Google. Hal ini memunculkan dugaan bahwa proses seleksi teknologi tidak dilakukan secara terbuka atau berbasis kebutuhan lapangan. Sebaliknya, penekanan pada Chrome OS memperlihatkan adanya penguncian spesifikasi sejak awal. Ibrahim juga berperan dalam komunikasi dengan pihak vendor yang disinyalir memberikan keuntungan tidak wajar. Saat ini, penyidik masih mendalami aliran dana dari proyek tersebut ke berbagai pihak.