Portal Hiburan – Bjorka menjadi salah satu nama yang kembali menghebohkan publik Indonesia setelah aparat kepolisian mengumumkan penangkapan seorang pemuda berinisial WFT di Sulawesi Utara. Sosok ini dituduh sebagai dalang di balik berbagai aksi kebocoran data yang selama ini mencuat di dunia maya. Polisi menyebut WFT bukanlah seorang ahli IT bahkan diketahui tidak menyelesaikan pendidikan di SMK. Meskipun begitu, ia berhasil memanfaatkan internet, forum gelap, dan komunitas daring untuk mempelajari teknik peretasan. Penangkapan yang dilakukan pada akhir September 2025 itu memicu rasa penasaran publik tentang siapa sebenarnya orang di balik akun yang dikenal luas dengan nama Bjorka atau @bjorkanesiaa. Kasus ini semakin menarik perhatian karena aktivitasnya tidak hanya di forum gelap, tetapi juga di platform populer. Apa yang terbongkar oleh kepolisian memunculkan gambaran berbeda tentang sosok yang selama ini dianggap hacker profesional.
Identitas Hacker yang Menghebohkan

Dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, polisi membeberkan identitas pemuda berusia 22 tahun yang diyakini menggunakan nama Bjorka di dunia maya. Ia dikenal publik melalui unggahan di akun X yang beberapa kali menampilkan data penting milik perusahaan dan lembaga di Indonesia. Menurut penjelasan pihak kepolisian, WFT sama sekali tidak memiliki latar belakang formal di bidang teknologi informasi. Ia bahkan tidak berhasil menyelesaikan pendidikan di tingkat SMK. Namun rasa penasarannya terhadap dunia digital membuatnya belajar secara otodidak. Informasi yang ia miliki diperoleh dari interaksi di komunitas online. Polisi juga menegaskan bahwa aksinya dilakukan sendirian tanpa bantuan kelompok besar di belakangnya. Fakta ini sekaligus menepis anggapan bahwa Bjorka adalah figur yang memiliki jaringan profesional atau kelompok peretas internasional yang terorganisir.
“Baca juga: Tak Peduli Cuan Mini, Konglomerat Anthony Salim Tetap All In di Patriot Bonds”
Aktivitas di Forum Gelap
Keterlibatan WFT dalam dunia peretasan sudah berlangsung cukup lama dan diperdalam melalui aktivitas di forum gelap internet. Berdasarkan keterangan polisi, sejak 2020 ia sudah kerap memanfaatkan ruang maya tersebut untuk mencari celah sekaligus melakukan transaksi ilegal. Identitas digital yang dipakainya berganti-ganti, mulai dari Bjorka hingga nama lain seperti SkyWave, Shinyhunter, maupun Opposite 6890. Langkah itu digunakan agar jejaknya sulit diikuti oleh pihak berwenang. Data yang ia jual tidak terbatas pada informasi perbankan, tetapi juga menyasar sektor kesehatan hingga data perusahaan swasta. Pembayaran dilakukan menggunakan aset kripto yang sulit dilacak. Aktivitas lintas platform juga ditemukan, karena WFT memperdagangkan data melalui media sosial populer seperti Facebook, TikTok, dan Instagram. Hal inilah yang membuat penyelidikan aparat semakin menantang hingga akhirnya berhasil menelusuri jejaknya.
“Simak juga: Rahasia Sambal Ganja Aceh Terbongkar! Bikin Sekali Coba Langsung Ketagihan”
Kronologi Penangkapan
Kasus besar yang menjerat WFT pertama kali mencuat pada Februari 2025. Kala itu akun X @bjorkanesiaa memamerkan tangkapan layar database berisi jutaan data nasabah dari salah satu bank swasta di Indonesia. Bahkan pihak bank sempat menerima pesan langsung yang berisi ancaman dari pelaku. Polisi menyebut tujuan dari tindakan tersebut adalah untuk menekan pihak bank agar menyerahkan sejumlah uang. Namun rencana pemerasan tidak sempat terlaksana karena pihak bank lebih dahulu melapor. Laporan resmi pun dilayangkan pada April 2025. Dari titik itu, penyidik menelusuri aktivitas digital yang akhirnya mengarah pada identitas WFT. Setelah dilakukan pelacakan intensif, tersangka ditangkap pada 23 September 2025 di rumah kekasihnya di Desa Totolan Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Kejadian ini sekaligus menandai akhir pelarian salah satu hacker yang paling banyak diperbincangkan masyarakat.
Potret Kehidupan WFT
Di balik identitas digitalnya yang dikenal dengan nama Bjorka, kehidupan nyata WFT ternyata penuh keterbatasan. Pemuda ini diketahui sebagai anak tunggal dan telah menjadi yatim piatu. Menurut polisi, ia menghabiskan hampir seluruh waktunya di depan komputer, belajar secara mandiri dari berbagai forum peretasan. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan data digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Fakta ini menggambarkan bagaimana seseorang tanpa latar belakang akademis formal bisa masuk ke ranah peretasan hanya dengan memanfaatkan akses internet dan komunitas digital. Namun aksi yang dilakukan WFT akhirnya menjerat dirinya ke dalam kasus hukum serius. Meski demikian, pengungkapan kasus ini menjadi catatan penting bahwa ancaman kebocoran data tidak selalu datang dari kelompok profesional, melainkan juga dari individu yang tekun belajar secara otodidak dengan motivasi ekonomi semata.